Uang, Kesehatan Mental, dan Berbagai Janji Palsu Dunia Lainnya
Saya dengan sangat naif sempat mengira bahwa perjalanan saya untuk menjadi ‘damai’ dengan berbagai hal (dan tentunya diri sendiri) sudah selesai setelah saya berhasil menulis dan merilis Menari Dengan Bayangan di 2019 akhir. Banyak sekali hal yang bersifat sangat pribadi yang saya curahkan di situ, kerap kali juga sulit untuk saya akui dalam diri sendiri. Proses untuk mengakui bahwa saya memiliki masalah psikis yang serius bukanlah hal yang mudah; bertahun-tahun saya habiskan hidup dalam kebohongan bahwa saya akan menjadi lebih stabil justru jika orang-orang terdekat saya tidak mengetahui bahwa saya memiliki kondisi tersebut.
Tentu, walau saya sadar betul tidak mungkin bisa ‘sembuh’ seratus persen (hanya lebih ‘stabil’ saja), proses tersebut juga membawa rasa tenang tertentu. Namun ternyata Ia tidak singgah cukup lama, dan berbagai insentif serta hal baik baru yang berdatangan ke hidup saya berkat album tersebut dan (jujur) kesuksesan saya secara angka di dunia musik juga ternyata membawa banyak hal buruk. Perlahan saya mulai mati rasa, dan di saat saya mulai memiliki kemewahan untuk tidak begitu memikirkan keadaan finansial, saya mendapatkan waktu lebih untuk memikirkan hal-hal lain yang selama ini bertengger di belakang, seperti sebuah background dalam gambar yang kamu lihat di layarmu. Kenapa saya masih merasa tidak tenang? Dari mana akar berbagai trauma saya? Juga hal-hal lain, yang kata orang di internet, merupakan ‘masalah orang kaya’ seperti keresahan karena krisis iklim hingga fenomena chronically online yang katanya lahir semenjak pandemi COVID-19 beberapa tahun silam.
Di tengah-tengah semua perasaan ini, dan kesadaran bahwa rasanya banyak hal yang belum tentu membaik di masa depan, membuat saya merasa kehilangan semangat untuk menciptakan karya baru, bahkan untuk memaknai hidup sehari-hari. Rasanya semua menjadi banal, semua yang saya bangun dan kejar makin tidak berharga sembari berjalannya waktu, dengan berbagai pemahaman politik identitas yang baru (sulit sekali untuk menjadi politically correct setiap saat sekarang), dengan dikikisnya kemampuan saya untuk menyambung hidup karena inflasi, atau dengan pikiran bahwa ke manapun kita kabur keadaan dunia akan ‘sama saja’ karena krisis iklim yang terjadi secara global.
Rasanya hidup banyak sisa sengsara saja; saya tidak pernah minta dilahirkan, dan jasa psikolog sekarang sangatlah mahal.